by: Miyati Burhan
Tak jelas di mana duduknya, istilah "angin duduk" sudah menjadi milik publik. Namun bukan sembarangan duduk, sebab ini kiasan awam belaka yang dokter wajib cari tahu apa yang dimaksud. Tentu supaya jelas duduk soalnya. Lalu apa "angin duduk" itu sebetulnya
Seperti ihwal masuk angin, nosologi "angin duduk" belum masuk buku teks. Namun angin yang duduk ini lebih berbahaya dibandingkan dengan angin yang masuk. Soalnya, ia identik dengan serangan jantung. Nah, yang namanya serangan jantung bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Sering selagi mengedan di kamar kecil. Tak jarang sewaktu di meja makan. Ada juga yang lagi asyik di kamar hotel ketika "berduel" bukan dengan istri sendiri alias berzina, na'uzubillahminalzina....
Tidak semua serangan jantung berkategori "angin duduk". Hanya serangan yang langsung membuat jantung kelenger yang boleh disebut "angin duduk". Sering-sering tak tertolong. Mengapa? Selain serbuannya sangat mendadak, serangannya terbilang garang. Jantung diberi makan dari koroner. Jika ada cabang koroner jantung yang tersumbat nyaris total, jantung semaput dan terancam berhenti bekerja. Bila terlambat ditolong, korban akan permisi pindah ke alam kubur.
Penyumbatan pembuluh koroner terjadi bila lipid (kolesterol dan trigliserida) darah terus meninggi. Tentu ini bukan proses sesaat. Rata-rata sudah berawal sejak usia muda. Bisa jadi sejak masa kanak-kanak jika anak dibiarkan gembrot. Bila lemak darah tetap tinggi, setiap tahun sumbatan koroner bertambah 2%. Cuma butuh 25 tahun untuk menyumbat separuhnya. Koroner yang tersumbat akan mengurangi pasokan oksigen ke otot jantung. Kekurangan oksigen bikin otot jantung menjerit. Nyari dada merupakan manifestasi jeritan jantung.
Nyeri dada "angina" awalnya hanya beberapa detik saja. Durasi nyeri dada berikutnya semakin panjang. Itu menunjukkan proses penyumbatan koroner berlanjut terus. Sederhana saja kebanyakan perjalanan penyakit jantung koroner. Cuma soal waktu. Begitu sumbatan koroner sudah nyaris total, sekali tendang langsung KO.
Beruntung jika perjalanan penyakit jantung koronernya diperingatkan oleh "angina pectoris" dulu. Kita bisa bersikap lebih waspada, dan melakukan langah pencegahan agar kejadian serangan jantung koroner sekaliber "angin duduk" bisa digagalkan. Caranya, ya dengan menghapus semua faktor resiko pemicu jantung koroner. Lemak darah dinormalkan, kencing manis dikontrol, darah tinggi diturunkan, berat badan dibikin ideal, banyak bergerak badan, tidak merokok, diet rendah lemak, batasi garam dapur, dan jauhkan dari cemaran stres. Terakhir namun jangan dilupakan: hiduplah dengan lebih rileks dan tawakkal mendekatkan diri kepada Allah subhanahuwata'ala.
Namun, tidak semua yang koronernya tersumbat merasakan nyeri dada. Misalnya pada pengidap kencing manis dengan jantung koroner. Ini tergolong silent ischemic. Bisa dibayangkan, dengan peringatan saja sudah berbahaya, apalagi tanpa merasakan nyeri dada. Tiba-tiba saja sumbatannya sudah total, dan berakibat fatal.
Serangan "angin duduk" sering dikeluhkan seperti "masuk angin". Orang minta dikeroki, dibalur minyak angin, dipijat atau minta minum yang hangat. Padahal waktu untuk menolongnya amatlah singkat. Untuk kasus "angin duduk" waktu yang tesedia untuk menyelamatkan jantung tak lebih dari 15 menit. Maka seharusnya korban langsung diusung ke rumah sakit. Sekurang-kurang-nya beri tablet aspirin sekadar menjadikan darah lebih encer sebelum tiba di rumah sakit.
Sumbatan koroner bukan hanya oleh "kerak lemak" pada dindingnya. Aliran darah koroner diperburuk oleh darah yang mengental, atau gumpalan lemak dan bekuan darah kiriman dari luar jantung. Maka selain menormalkan lemak darah, perlu juga mengencerkan darah. Yang pernah mengalami angina, atau beresiko koronernya tersumbat, darahnya tidak boleh kental. Untuk itu jangan sampai kurang minum, dan rutin minum tablet aspirin.
Datangi lab secara berkala untuk memeriksa kekentalan darah. Untuk menjaga derasnya aliran darah koroner, tensi darah jangan sampai anjlok. Kerja jantung di jaga tetap ajeg. Berhati-hati jika memiliki tubuh tergolong pendek. Semakin pendek tinggi badan semakin kecil penampang koroner. Semakin kecil koroner, semakin besar resiko tersumbat. (dr. Hendrawan Nadesul, di Jakarta - Intisari 526). ***
Miyati Burhan adalah seorang dokter jantung yang tinggal di kota Muaro Bungo, Jambi. Sehari-hari bekerja sebagai dokter tidak membuat dr. Miyati ketinggalan membaca sebagai hobinya. Penyuka bunga dan bonsai ini bisa Anda kunjungi via facebook atau via blog di: http://fewmorepages.blogspot.com/
Seperti ihwal masuk angin, nosologi "angin duduk" belum masuk buku teks. Namun angin yang duduk ini lebih berbahaya dibandingkan dengan angin yang masuk. Soalnya, ia identik dengan serangan jantung. Nah, yang namanya serangan jantung bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Sering selagi mengedan di kamar kecil. Tak jarang sewaktu di meja makan. Ada juga yang lagi asyik di kamar hotel ketika "berduel" bukan dengan istri sendiri alias berzina, na'uzubillahminalzina....
Tidak semua serangan jantung berkategori "angin duduk". Hanya serangan yang langsung membuat jantung kelenger yang boleh disebut "angin duduk". Sering-sering tak tertolong. Mengapa? Selain serbuannya sangat mendadak, serangannya terbilang garang. Jantung diberi makan dari koroner. Jika ada cabang koroner jantung yang tersumbat nyaris total, jantung semaput dan terancam berhenti bekerja. Bila terlambat ditolong, korban akan permisi pindah ke alam kubur.
Penyumbatan pembuluh koroner terjadi bila lipid (kolesterol dan trigliserida) darah terus meninggi. Tentu ini bukan proses sesaat. Rata-rata sudah berawal sejak usia muda. Bisa jadi sejak masa kanak-kanak jika anak dibiarkan gembrot. Bila lemak darah tetap tinggi, setiap tahun sumbatan koroner bertambah 2%. Cuma butuh 25 tahun untuk menyumbat separuhnya. Koroner yang tersumbat akan mengurangi pasokan oksigen ke otot jantung. Kekurangan oksigen bikin otot jantung menjerit. Nyari dada merupakan manifestasi jeritan jantung.
Nyeri dada "angina" awalnya hanya beberapa detik saja. Durasi nyeri dada berikutnya semakin panjang. Itu menunjukkan proses penyumbatan koroner berlanjut terus. Sederhana saja kebanyakan perjalanan penyakit jantung koroner. Cuma soal waktu. Begitu sumbatan koroner sudah nyaris total, sekali tendang langsung KO.
Beruntung jika perjalanan penyakit jantung koronernya diperingatkan oleh "angina pectoris" dulu. Kita bisa bersikap lebih waspada, dan melakukan langah pencegahan agar kejadian serangan jantung koroner sekaliber "angin duduk" bisa digagalkan. Caranya, ya dengan menghapus semua faktor resiko pemicu jantung koroner. Lemak darah dinormalkan, kencing manis dikontrol, darah tinggi diturunkan, berat badan dibikin ideal, banyak bergerak badan, tidak merokok, diet rendah lemak, batasi garam dapur, dan jauhkan dari cemaran stres. Terakhir namun jangan dilupakan: hiduplah dengan lebih rileks dan tawakkal mendekatkan diri kepada Allah subhanahuwata'ala.
Namun, tidak semua yang koronernya tersumbat merasakan nyeri dada. Misalnya pada pengidap kencing manis dengan jantung koroner. Ini tergolong silent ischemic. Bisa dibayangkan, dengan peringatan saja sudah berbahaya, apalagi tanpa merasakan nyeri dada. Tiba-tiba saja sumbatannya sudah total, dan berakibat fatal.
Serangan "angin duduk" sering dikeluhkan seperti "masuk angin". Orang minta dikeroki, dibalur minyak angin, dipijat atau minta minum yang hangat. Padahal waktu untuk menolongnya amatlah singkat. Untuk kasus "angin duduk" waktu yang tesedia untuk menyelamatkan jantung tak lebih dari 15 menit. Maka seharusnya korban langsung diusung ke rumah sakit. Sekurang-kurang-nya beri tablet aspirin sekadar menjadikan darah lebih encer sebelum tiba di rumah sakit.
Sumbatan koroner bukan hanya oleh "kerak lemak" pada dindingnya. Aliran darah koroner diperburuk oleh darah yang mengental, atau gumpalan lemak dan bekuan darah kiriman dari luar jantung. Maka selain menormalkan lemak darah, perlu juga mengencerkan darah. Yang pernah mengalami angina, atau beresiko koronernya tersumbat, darahnya tidak boleh kental. Untuk itu jangan sampai kurang minum, dan rutin minum tablet aspirin.
Datangi lab secara berkala untuk memeriksa kekentalan darah. Untuk menjaga derasnya aliran darah koroner, tensi darah jangan sampai anjlok. Kerja jantung di jaga tetap ajeg. Berhati-hati jika memiliki tubuh tergolong pendek. Semakin pendek tinggi badan semakin kecil penampang koroner. Semakin kecil koroner, semakin besar resiko tersumbat. (dr. Hendrawan Nadesul, di Jakarta - Intisari 526). ***
Miyati Burhan adalah seorang dokter jantung yang tinggal di kota Muaro Bungo, Jambi. Sehari-hari bekerja sebagai dokter tidak membuat dr. Miyati ketinggalan membaca sebagai hobinya. Penyuka bunga dan bonsai ini bisa Anda kunjungi via facebook atau via blog di: http://fewmorepages.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar